DEMOKRASI DI ANTARA PEMBARUAN DAN PENGUATAN TATANAN

Paul Cezanne - nature mort au crane - oil on canvas 1898Demokrasi, yang terwujudkan melalui prosedur pemilihan umum, diandaikan tidak semata-mata sebagai mekanisme (rutinitas) lima tahunan belaka. Lebih dari itu, melalui mekanisme tersebut diandaikan bahwa setiap negara (dan warga negaranya) dapat sampai kepada cita-cita kebaikan bersama (common good) yang dituju sesuai dengan alasan dari adanya setiap ikatan sosial-politik. Artinya, di dalam proses demokrasi termuat harapan-harapan dan kehendak umum yang diandaikan akan dipenuhi oleh siapapun yang terpilih dalam mekanisme demokratis tersebut. Maka, di balik mandat dan harapan tersebut bermukim tanggung jawab dan pengorbanan-diri yang berat. Harapan warga dan keutuhan negara menjadi batas yang membatasi kepentingan-diri dan hasrat kelompok dari siapapun yang akan terpilih sebagai pemimpin tertinggi Republik.


Inilah sebab mengapa demokrasi selalu mengarah pada dua hal pokok, yaitu: 1) pembaruan, dan 2) penguatan tatanan (negara). Melalui demokrasi diandaikan bahwa kedaulaan rakyat akan tercapai, dan melaluinya kedaulatan negara sebagai institusi perwujudan mandat rakyat juga akan terpenuhi. Namun demikian, secara praktik pengelolaan tersebut adalah hal yang sungguh berat, meskipun bukannya mustahil.

Menarik untuk mencermati bagaimana media luar negeri melihat dan memahami proses demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia, dan bagaimana praktik nyata tentang pengelolaan kepentingan serta pemenuhan harapan rakyat selalu membawa bersamanya dimensi paradoksal, yaitu: kekuatan sekaligus kepedihan, harapan sekaligus juga kekecewaan, kesatuan sekaligus juga fragmentasi. Berikut terlampir adalah salinan naskah reportase sebagaimana terbit di Paris dalam bahasa Prancis (klik tautan di bawah ini):

1) l’article 1

2) l’article 2

2 thoughts on “DEMOKRASI DI ANTARA PEMBARUAN DAN PENGUATAN TATANAN

  1. Jon berkata:

    Karenanya dituntut kematangan manusia-manusia politik untuk enegaskan dirinya sebagai individu yang layak/memiliki keutamaan dan mengedepankan yang utama, yakni mengemban amanah khalayak mencapai cita-cita bersama.

    Tantangan terbesarnya adalah membangun dan memperoleh kepercayaan khalayak. Bahkan tidak tertutup kemungkinan manusia politik juga dituntut mendapatkan kepercayaan dari lawan-lawannya,

    Dengan demikian mandat penuh akan diperoleh dari rakyat, penghormatan penuh akan diperoleh dari lawan.

    (atas saran Mas Ito, tulisan ini di buat di comment, aslinya diambil chat)

  2. Terima kasih Saudara Jonedi Sinalaga untuk comment dan cetusan gagasannya. Kepercayaan dan penghormatan dari lawan memang sungguh penting, apalagi kalau kita mengacu pada tradisi filsafat politik klasik dan kontemporer di luar Machiavelli. Tentunya kepercayaan dan penghormatan dari lawan ini bukannya untuk menetralisir distingsi ‘kawan-lawan’ yang secara mendasar tidak mungkin dihilangkan. Tentu itu maksud Anda?

    sebagai bahan pemikiran lebih lanjut, mungkin dapat disimak kutipan berikut:

    “Kekhasan yang khas dari politik, yang darinya segala tindakan dan motif politik dapat diasalkan, adalah pembedaan antara kawan dan lawan. […] Pembedaan kawan dan lawan menunjuk pada derajat intensitas tertinggi dari setiap penyatuan atau pemisahan, dari setiap asosiasi atau disasosiasi.[1] […] Konsep kawan dan lawan perlu dipahami dalam artinya yang konkret dan eksistensial, bukan sebagai metafor atau simbol, bukan dicampur-aduk dan dilemahkan dengan pengertian-pengertian ekonomi, moral, apalagi disalahpahami dalam artinya yang privat individualistik sebagai ekspresi psikologistis dari emosi-emosi pribadi. […] Secara rasional tidak dapat dipungkiri bahwa bangsa-bangsa terus-menerus mengelompokkan diri menurut kutub kawan dan lawan, dan itu berarti pembedaan tersebut tetap aktual. Bagi setiap orang yang berada dalam medan politik, konsep pembedaan tersebut adalah sebuah kemungkinan nyata yang terus menerus hadir sebagai kemungkinan.”

    Lihat: https://fenomenologipolitik.wordpress.com/2014/04/08/sejenak-menyimak-lirih-suara-carl-schmitt/, atau: http://www.pergerakankebangsaan.org/?p=1332.

    Salam

Tinggalkan komentar