MANUSIA DALAM SITUASI BATAS DAN NEGARA DALAM KEADAAN DARURAT
Oleh: Ito Prajna-Nugroho
Makalah pendek berikut secara khusus berkenaan dengan dua problematika pokok, yaitu: 1) situasi batas, dan 2) keadaan darurat. Secara umum makalah ini tidak dapat dipisahkan dari teori tentang negara dan perdebatannya dalam sejarah filsafat politik. Pembahasan mengenai situasi batas dan keadaan darurat tidak dapat dilihat pada dirinya sendiri semata, karena niscaya berkaitan dengan keseluruhan pandangan mengenai negara dan tatanan sosial-politik. Secara metodologis naskah ini betolak dari dua pengandaian filosofis sebagai alat kerjanya: 1) fenomenologi eksistensial, dan 2) filsafat politik Carl Schmitt.
Fenomenologi eksistensial digunakan sebagai pengandaian filosofis-teoretis karena kemampuannya dalam menerobos kebuntuan persoalan mengenai subyek atau cara berada manusia di balik setiap tatanan.[i] Fenomenologi eksistensial, yang bertolak dari fenomenologi Husserl dan Heidegger, mampu secara jitu membongkar persoalan-persoalan seputar pengandaian ‘manusia’ tertentu di balik setiap tatanan sosial-politik, di saat teori-teori sosial-politik terbentur oleh keterbatasan pengandaian metodologinya masing-masing. Pemikiran Carl Schmitt menjadi pokok bahasan makalah ini sebab hingga saat ini pemikiran Schmitt terus-menerus menantang (menghantui) seluruh pendekatan teoretis-sistematik modern mengenai demokrasi, mengenai parlemen, dan mengenai fondasi utama berdirinya negara sebagai tatanan sosial-politik. Jika teori-teori modern tentang negara menekankan pada keutuhan serta kesatuan sistem demi berdirinya suatu tatanan, maka Schmitt membongkar keutuhan dan kesatuan itu dengan mempersoalkan pengandaian dasar yang memungkinkan adanya segala sistem. Tantangan yang muncul dari pemikiran Carl Schmitt tidak (belum) dapat dijawab secara memuaskan hingga saat ini oleh teori-teori demokrasi modern (liberal). Meminjam istilah Jacques Derrida, hantu (specter) yang tetap bergentayangan dan menghantui tatanan sosial-politik modern bukanlah pemikiran Karl Marx,[ii] melainkan pemikiran Carl Schmitt.
Keadaan darurat serupa dengan situasi batas, tetapi keduanya tidak identik satu sama lain. Tidak setiap keadaan darurat adalah situasi batas. Tetapi, setiap situasi batas, dalam hidup politik maupun hidup pribadi, selalu bersifat darurat.
[i] Paul Ricoeur, Husserl: An Analysis of His Phenomenology, translated by Edward G. Ballard and Lester E. Embree (Evanston: Northwestern University Press, 1970), p. 203.
[ii] Jacques Derrida, Specters of Marx, translated by Peggy Kamuf (New York: Routledge Classics, 2006).
Untuk mendapatkan naskah secara lengkap, silakan menghubungi Pusat Kajian Fenomenologi dan Politik atau Sanggar Pembasisan Pancasila dengan kontak: